Kamis, 15 Juli 2010

RAGAM BAHASA

Pendahuluan

Bahasa Indonesia adalah bahasa resmi Republik Indonesia sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang Dasar RI 1945, Pasal 36. Ia juga merupakan bahasa persatuan bangsa Indonesia sebagaimana disiratkan dalam Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928. Meski demikian, hanya sebagian kecil dari penduduk Indonesia yang benar-benar menggunakannya sebagai bahasa ibu karena dalam percakapan sehari-hari yang tidak resmi masyarakat Indonesia lebih suka menggunakan bahasa daerahnya masing-masing sebagai bahasa ibu seperti bahasa Melayu pasar, bahasa Jawa, bahasa Sunda, dan lain sebagainya. Untuk sebagian besar masyarakat Indonesia lainnya, bahasa Indonesia adalah bahasa kedua dan untuk taraf resmi bahasa Indonesia adalah bahasa pertama. Bahasa Indonesia merupakan sebuah dialek bahasa Melayu yang menjadi bahasa resmi Republik Indonesia.

Bahasa Indonesia diresmikan pada kemerdekaan Indonesia tahun 1945. Bahasa Indonesia merupakan bahasa dinamis yang hingga sekarang terus menghasilkan kata-kata baru, baik melalui penciptaan, maupun penyerapan dari bahasa daerah dan asing. Bahasa Indonesia adalah dialek baku dari bahasa Melayu yang pokoknya dari bahasa Melayu Riau sebagaimana diungkapkan oleh Ki Hajar Dewantara dalam Kongres Bahasa Indonesia I tahun 1939 di Solo, Jawa Tengah, "jang dinamakan 'Bahasa Indonesia' jaitoe bahasa Melajoe jang soenggoehpoen pokoknja berasal dari 'Melajoe Riaoe', akan tetapi jang soedah ditambah, dioebah ataoe dikoerangi menoeroet keperloean zaman dan alam baharoe, hingga bahasa itoe laloe moedah dipakai oleh rakjat di seloeroeh Indonesia; pembaharoean bahasa Melajoe hingga menjadi bahasa Indonesia itoe haroes dilakoekan oleh kaoem ahli jang beralam baharoe, ialah alam kebangsaan Indonesia". atau sebagaimana diungkapkan dalam Kongres Bahasa Indonesia II 1954 di Medan, Sumatra Utara, "...bahwa asal bahasa Indonesia ialah bahasa Melaju. Dasar bahasa Indonesia ialah bahasa Melaju jang disesuaikan dengan pertumbuhannja dalam masjarakat Indonesia".

Secara sejarah, bahasa Indonesia merupakan salah satu dialek temporal dari bahasa Melayu yang struktur maupun khazanahnya sebagian besar masih sama atau mirip dengan dialek-dialek temporal terdahulu seperti bahasa Melayu Klasik dan bahasa Melayu Kuno. Secara sosiologis, bolehlah kita katakan bahwa bahasa Indonesia baru dianggap "lahir" atau diterima keberadaannya pada tanggal 28 Oktober 1928. Secara yuridis, baru tanggal 18 Agustus 1945 bahasa Indonesia secara resmi diakui keberadaannya.[1]

Betapa pentingnya bahasa bagi manusia kiranya tidak perlu diragukan lagi.hal itu tidak saja dapat dibuktikandengan menunjuk pemakaian bahasa dalam kehidupan sehari-hari, tetapi juga dapat dibuktikan dengan banyaknya perhatian para ilmuan dan praktisi terhadap bahasa. Bahasa sebagi objek ilmu tidak dimonopoli oleh para ahli bahasa. Para ilmuan dalam bidang lainya pun menjadikan baahasa sebagai objek studi, sekurang-kurangnya sebagi alat bantu untuk berbagi tujuan. Hal yang sama juga dilakukan oleh para praktisi.

Di dalam literature, para ahli bahasa umumnya merumuskan fungus bahasa bagi setiap orang ada empat, yaitu:

1. sebagai alat/media berkomunikasi;

2. sebagai alat untuk ekspresi diri;

3. sebagai alat integrasi dan adaptasi sosial

4. sebagai alat kontrol sosial (keraf 1997:3-6).

Di dalam seminar politik bahasa nasional dinyatakan bahwa sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia berfungsi sebagai:

1. lambang kebanggan nasiaonal;

2. lambang identitas nasiaonal;

3. alat pemersatu masyarakat yang berbeda latar budayanya;

4. alat perhubungan antarbudaya dan antar daerah.[2]

Bahasa Indonesia memiliki dua kedudukan, yaitu (1) sebagai bahasa nasional dan (2) sebagai bahasa negara. Sebagai bahasa nasional bahasa Indonesia berfungsi (1) sebagai lammbang kebanggan nasional, (2) sebagai lambing identitas nasional, (3) sebagi alat pemersatu berbagai-bagai masyarakat yang berbeda-beda latar belakang sosial budaya dan bahasanya, dan (4) sebagai alat perhubungan antar budaya dan antar daerah; dan dalam kedudukannya sebagai bahasa negara bahasa Indonesia berfungsi (1) sebagai bahasa resmi negara, (2) sebagai bahas pengantar resmi di lembaga-lembaga pendididkaan, (3) sebagai bahasa resmi dalam perhubungan tingkat nasional untuk kepentingan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan dann pemerintahan, dan (4) sebagai bahasa resmi didalam pembangunan kebudayaan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan serta teknologi modern (halim, ed. 1976:145).

Sesuai dengan berbagai fungsi diatas tidak mengherankan bila bahasa Indonesia memiliki berbagia ragam bahasa. Berdasarkan tempat atau daerahnya, bahas Indonesia terdiri dari berbagi diaalek, antara lain dialeg Jakarta, dialeg Medan, dialeg Jawa, dialeg manado, dan lain-lainnya; berdasarkan penuturnya didapati ragam bahasa golongan cendikiawan dan ragam bahasa golongan bukan cendikiawan; berdasarkan sarananya didapati raham bahasa lisan dan ragm bahsa tulis; berdasarkan bidang penggunaannya didapati ragam bahasa ilmu, ragam bahasa sastra, ragam surat kabar, ragam bahsa surat kabar, dan lain-lainnya dan berdasarkan suasana penggunaan bahasa Indonesia dapat digolongkan menjadi dua ragam bahasa, yaitu ragam bahsa resmi dan ragam bahasa santai. [3]

Tekanan yang diberikan pada aspek-aspek bahsa yang universal mungkin akan mengakibatkan pembaca menilai rendah keanekaragaman yang besar dalam bahsa yang tetap ada disamping aspek universal itu. Ia akan mudah sekali untuk berbuat seperti itu, karena sudah sewajarnya ia hanya mengenal beberapa bahsa saja.

Sama sekali tidak mungkin, dalam kerangka yang singkat, untuk memberikan kesan yang memadai mengenai keanekaragaman yang ternyata ada pada setiap bahasa. Kami hanya dapat menyebutkan beberapa fakta yang setidak-tidaknya bertujuan untuk menerangkan sesuatu tentang keanekaragaman itu. Untuk itu berturut-turut ditinjau bentuk kata, makna kata, pembentukan kelompok kata dan morfologi.[4]

BAB II

RAGAM BAHASA

A. Pengertian Ragam Bahasa

Ragam bahasa adalah variasi bahasa yang berbeda-beda menurut pemakaian (lihat Juairiah, 2008:20).

Ragam Bahasa adalah variasi bahasa menurut pemakaian, yang berbeda-beda menurut topik yang dibicarakan, menurut hubungan pembicara, kawan bicara, orang yang dibicarakan, serta menurut medium pembicara (Bachman, 1990). Ragam bahasa yang oleh penuturnya dianggap sebagai ragam yang baik (mempunyai prestise tinggi), yang biasa digunakan di kalangan terdidik, di dalam karya ilmiah (karangan teknis, perundang-undangan), di dalam suasana resmi, atau di dalam surat menyurat resmi (seperti surat dinas) disebut ragam bahasa baku atau ragam bahasa resmi.[5]

Ada tiga kriteria penting yang perlu diperhatikan jika berbicara tentang ragam bahasa. Ketiga kriteria itu adalah (1) media yang digunakan, (2) latar belakang penutur, dan (3) pokok persoalan yang dibicarakan (lihat Sugono, 199:10)[6].

Bahasa Indonesia yang sangat luas wilayah pemakaiannya ini dan bermacam -macam latar belakang penuturnya, akan melahirkan sejumlah ragam bahasa . Adanya bermacam-macam ragam bahasa ini sesuai dengan fungsi, kedudukan, serta lingkungan yang berbeda –beda. Ragam bahasa ini pada pokoknya dapat dibagi dalam dua bagian, yaitu ragam lisan dan ragam tulis.[7]

B. Jenis-jenis Ragam Bahasa

Ragam bahasa sangat banyak jumlahnya Karena penggunaan bahasa sebagai alat komunikasai tidak terlepas dari latar budaya penuturnya yang berbeda-beda. Selain itu, pemakaian bahasa bergantung juga pada pokok persoalan yang dibicarakan serta keperluan para pemakainya.

Seorang pakar bahasa Dendi Sugono (1989:10), membagi ragam bahasa berdasarkan cara berkomunikasi yaitu: (1) ragm lisan, dan (2) ragam tulis, cara pandang penutur yaitu: (1) ragam dialeg, (2) ragam terpelajar, (3) ragam resmi, dan ragam takresmi, dan topik pembicaraan yaitu: (1) ragam politik, (2), ragam hukum, (3) ragam pendidikan, (4) ragam sastra, dan sebagainya.[8]

Ketiga pembagian tersebut akan diuraikan secara rinci sebagai berikut.

1. Cara berkomunikasi

Berdasarkan cara berkomunikasi ragam bahasa terdiri dari Ragam lisan dan Ragam tulis.

Ragam bahasa lisan mencakup aspek lafal, tata bahasa (bentuk kata dan susunan kalimat), dan kosa kata, Sedangkan ragam tulis mencakup ejaan, aspek- tata bahasa, dan kosa kata (sugono 1999:15).[9]

Perbedaan antara ragam lisan dan ragam tulis diantaranya:

ü Ragam lisan menghendaki adanya orang kedua, teman berbicara yang berada di depan pembicara, sedangkan ragam tulis tidak mengharuskan adanya teman bicara berada di depan.

ü Ragam lisan sangat terikat pada kondisi, situasi, ruang dan waktu, sedangkan ragam tulis tidak demikian.

ü Ragam lisan dipengaruhi oleh tinggi rendahnya dan panjang pendeknya suara, sedangkan ragam tulis dilengkapi dengan tanda baca, huruf besar, dan huruf miring.[10]

Berikut ini dapat kita bandingkan wujud bahasa Indonesia ragam lisan dan ragam tulis. Perbandingan ini didasarkan atas pengertian, perbedaan penggunaan bentuk kata, kosakata, dan struktur kalimat.

a. Ragam Lisan

Ragam lisan adalah bahasa yang diujarkan oleh pemakai bahasa. Kita dapat menemukan ragam lisan yang standar, misalnya pada saat orang berpidato atau memberi sambutan, dalam situasi perkuliahan, ceramah; dan ragam lisan yang nonstandar, misalnya dalam percakapan antar teman, di pasar, atau dalam kesempatan nonformal lainnya (lihat Felicia (2001 : 8).[11]

1. Penggunaan bentuk kata

Berikut beberapa contoh penggunaan bentuk kata ragam lisan.

Ø Nia sedang baca surat kabar.

Ø Ari mau nulis surat.

Ø Tapi kau tak boleh nolak lamaran itu.

Ø Mereka tinggal di Menteng.

Ø Jalan layang itu untuk mengatasi kemacetan lalu lintas.

Ø Saya akan tanyakan soal itu.

Ø Kendaraan yang ditumpanginya nabrak pohon mahoni.

Ø Bila tak sanggup, tak perlu lanjutkan pekerjaan itu.

2. Penggunaan kosa kata

Berikut beberapa contoh penggunaan kosa kata ragam lisan.

Ø Ariani bilang kalau kita harus belajar.

Ø Kita harus bikin karya tulis.

Ø Saya sudah kasih tahu mereka tentang hal itu.

Ø Mereka lagi bikin denah buat pameran entar.

3. Penggunaan struktur kalimat

Berikut beberapa contoh penggunaan struktur kalimat ragam lisan.

Ø Rencana ini saya sudah sampaikan kepada Direktur.

Ø Dalam “Asah Terampil” ini dihadiri juga oleh Gubernur Daerah Istimewa Aceh.[12]

Ciri-ciri ragam bahasa lisan:

a. memerlukan kehadiran orang lain;

b. unsur gramatikal tidak dinyatakan secara lengkap;

c. terikat ruang dan waktu;

d. dipengaruhi oleh tinggi rendahnya suara.

b. Ragam tulis

Ragam tulis adalah bahasa yang ditulis atau yang tercetak. Ragam tulis pun dapat berupa ragam tulis yang standar maupun nonstandar. Ragam tulis yang standar kita temukan dalam buku-buku pelajaran, teks, majalah, surat kabar, poster, iklan. Kita juga dapat menemukan ragam tulis nonstandar dalam majalah remaja, iklan, atau poster.[13]

a) Penggunaan Bentuk Kata

Berikut beberapa contoh penggunaan bentuk kata ragam tulis.

Ø Nia sedangmembaca surat kabar

Ø Ari mau menulis surat

Ø Namun, engkau tidak boleh menolak lamaran itu.

Ø Mereka bertempat tinggal di Menteng

Ø Jalan layang itu dibangun untuk mengatasi kemacetan lalu lintas.

Ø Akan saya tanyakan soal itu.

Ø Kendaraan yang ditumpanginya menabrak pohon mahoni.

Ø Apabila tidak sanggup,engkau tidak perlu melanjutkan pekerjaan itu.

b) Penggunaan Kosa kata

Berikut beberapa contoh penggunaan kosa kata ragam tulis.

Ø Ariani mengatakan bahwa kita harus belajar

Ø Kita harus membuat karya tulis.

Ø Saya sudah memberi tahu mereka tentang hal itu.

Ø Mereka sedang membuat denah untuk pameran nanti.

c) Penggunaan struktur kalimat

Berikut beberapa contoh penggunaan struktur kalimat ragam tulis.

Ø Rencana ini sudah saya sampaikan kepada Direktur

Ø “asah terampil” ini dihadiri juga oleh Gubernur daerah istimewa aceh.[14]

Ciri-ciri ragam bahasa tulis:

a. tidak memerlukan kehadiran orang lain;

b. unsur gramatikal dinyatakan secara lengkap;

c. tidak terikat ruang dan waktu;

d. dipengaruhi oleh tanda baca atau ejaan.

Jika seseorang hanya menguasai dari salah satu ragam, lisan saja atau tulis saja, sebenarnya kemampuan berkomunikasinya belum lengkap. Alangkah indahnya jika seseorang memiliki kemampuan berbicara, berceramah, berdiskusi, dan dilain sisi ia mampu menulis surat, menulis makalah, menulis, dan menulis artikel. Jadi, kegiatan berkomunikasi yang menggunakan bahas sebagai sarananya akan terasa lengkap jika disamping komonikasi lisan juga ada komonikasi tulis. Tabel dibawah ini akan menjelaskan tentang keunggulan dan kelemahan antara komunikasi lisan dan tulis.[15]

Keunggulan dan kelemahan antara komunikasi lisan dan tulis

Cara berkomunikasi

Keungulan

Kelemahan

Komunikasi Lisan

a) berlangsung cepat

b) sering dapat berlangsung tanpa alat bantu

c) kesalahan dapat langsung dikoreksi

d) dapat dibantudengan gerak dan mimik muka

a) tidak selalu mempunyai bukti autentik

b) dasar hukumnya lemah

c) sulit disajikan secara matang/bersih

d) mudah dimanipulasi

Komunikasi Tulis

a) mempunyai bukti autentik

b) dasar hukumnya kuat

c) kesalahan tidak dapat langsung dikoreksi

d) lebih sulit dimanipulasi

a) berlangsung lambat

b) selalu memakai alat bantu

c) dapat disajikan lebih matang/bersih

d) tidak dapat dibantu dengan gerak dan mimik muka

Beberapa penyusun buku seperti E.Zaenal Arifin dan S.Amran Tasai (1999:18-19) mengatakan bahwa pada dasarnya, ragam tulis dan ragam lisan terdiri pula atas ragam baku dan ragam tidak baku.

1) Ragam baku adalah ragam yang dilembagakan dan diakui oleh sebagian besar warga masyarakat pemakainya sebagai bahasa resmi dan sebagai kerangka rujukan norma bahasa dalam penggunaannya atau ragam bahasa yang dipakai jika kawan bicara adalah orang yang dihormati oleh pembicara, atau jika topik pembicaraan bersifat resmi (mis. Surat-menyurat dinas, perundang-undangan, karangan teknis), atau jika pembicara dilakukan didepan umum. Ragam tidak baku adalah ragam yang tidak dilembagakan dan ditandai oleh ciri-ciri yang menyimpang dari norma ragam baku.

8

Ragam baku itu mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:

a) Kemantapan dinamis

Mantap artinya sesuai dengan kaidah bahasa, kalau kata rasa dibubuhi awalan pe-, akan terbentuk kata perasa. Kata raba dibubuhi pe-, akan terbentuk kata peraba. Oleh karena itu, menurut kemantapan bahasa, kata rajin dibubuhi pe-, akan menjadi perajin, bukan pengrajin. Kalau kita berpegang pada sifat mantap, kata pengrajin tidak dapat kita terima.

Dinamis artinya tidak statis, tidak kaku. Kata langganan mempunyai makna ganda, yaitu orang yang berlangganan dan toko tempat berlangganan. Dalam hal ini, tokonya disebut langganan dan orang yang berlangganan itu disebut pelanggan.

b) Cendekia

Ragam baku bersifat cendekia karena ragam baku dipakai pada tempat-tempat resmi. Pewujud ragam baku ini adalah orang-orang yang terpelajar. Hal ini dimungkinkan oleh pembinaan dan pengembangan bahasa yang lebih banyak melalui jalur pendidikan formal (sekolah).

Di samping itu, ragam baku dapat dengan tepat memberikan gambaran apa yang ada dalam otak pembicara atau penulis. Selanjutnya, ragam baku dapat memberikan gambaran yang jelas dalam otak pendengar atau pembaca.

Contoh kalimat yang tidak cendekia adalah:

· Rumah sang jutawan yang aneh akan dijual.

Frasa rumah sang jutawan yang aneh mengandung konsep ganda, yaitu rumahnya yang aneh atau sang jutawan yang aneh. Dengan demikian, kalimat itu tidak memberikan informasi yang jelas. Agar menjadi cendekia kalimat tersebut harus diperbaiki sebagai berikut.

· Rumah aneh milik sang jutawan akan dijual.

· Rumah milik sang jutawan aneh akan dijual.

c) Seragam

Ragam baku bersifat seragam, pada hakikatnya, proses pembakuan bahasa ialah proses penyeragaman bahasa. Dengan kata lain, pembakuan-

9

bahasa adalah pencarian titik-titik keseragaman. Pelayan kapal terbang dianjurkan untuk memakai istilah pramugara dan pramugari. Andaikata ada orang yang mengusulkan bahwa pelayan kapal terbang disebut steward atau stewardes dan penyerapan itu seragam, kata itu menjadi ragam baku. Akan tetapi, kata steward dan stewardes sampai dengan saat ini tidak disepekati untuk dipakai. Yang timbul dalam masyarakat ialah pramugara atau pramugari.[16]

Dalam berbahasa Indonesia, kita sudah mengenal ragam lisan dan ragam tulis, ragam baku dan ragam tidak baku. Oleh sebab itu muncul ragam baku tulis dan ragam baku lisan. Ragam baku tulis adalah ragam yang dipakai dengan resmi dalam buku-buku pelajaran atau buku-buku ilmiah lainnya. Pemerintah sekarang mendahulukan ragam baku tulis secara nasional. Usaha itu dilakukan dengan menerbitkan masalah ejaan bahasa Indonesia, yang tercantum dalam buku Pedoman Umum Ejaan Bahasa yang Disempurnakan.

Dalam masalah ragam baku lisan, ukuran dan nilai ragam baku lisan ini bergantung pada besar atau kecilnya ragam daerah yang terdengar dalam ucapan. Seseorang dikatakan berbahasa lisan yang baku kalau dalam pembicaraannya tidak terlalu menonjol pengaruh logat atau dialek daerahnya.[17]

2. Cara pandang penutur

Berdasarkan cara pandang penutur, ragam bahasa dibagi menjadi empat, yaitu: Ragam Dialek, Ragam Terpelajar, Ragam Resmi, dan Ragam Takresmi.

a. Ragam Dialek

Ragam daerah/dialek adalah variasi bahasa yang dipakai oleh kelompok banhasawan ditempat tertentu(lihat Kridalaksana, 1993:42). Dalam istilah lama disebut dengan logat.logat yang paling menonjol yang mudah diamati ialah lafal (lihat Sugono, 1999:11). Logat bahasa Indonesia orang Jawa tampak dalam pelafalan /b/pada posisi awal nama-nama kota, seperti mBandung, mBayuwangi,atau realisai pelafalan kata seperti pendidi’an, tabra’an, kenai’an, gera’an. Logat daerah paling kentara karena tata bunyinya. Logat indonesia yang dilafalkan oleh seorang Tapanuli dapat dikenali, misalnya, karena tekanan kata yang amat jelas; logat indonesia orang bali dan jawa, karena pelaksanaan bunyi /t/ dan /d/-nya. Ciri-ciri khas yang meliputi tekanan, turun naiknya nada, dan panjang pendeknya bunyi bahasa membangun aksen yang berbeda-beda.[18]

b. Ragam Terpelajar

Tingkat pendidikan penutur bahasa indonesia juga mewarnai penggunaan bahasa indonesia. Bahasa indonesia yang digunakan oleh kelompok penutur berpendidikan tampak jelas perbedeaannya dengan yang digunakan oleh kelompok penutur yang tidak berpendidikan. Terutama dalam pelafalan kata yang berasal dari bahasa asing, seperti contoh dalam tabel berikut.[19]

Orang terpelajar

Orang tidak terpelajar

* Pidio

* Pilem

* Komplek

* Pajar

* pitamin

* video

* film

* kompleks

* fajar

* vitamin

c. Ragam Resmi dan Tak Resmi

Kedua ragam bahasa tersebut akan dijelaskan secara rinci sebagai berikut.

1. Ragam resmi

Ragam resmi adalah bahasa yang digunakan dalam situasi resmi, seperti pertemuan-pertemuan, peraturan-peraturan, dan undangan-undangan.[20]

Ciri-ciri ragam bahasa resmi :

a. Menggunakan unsur gramatikal secara eksplisit dan konsisten;

b. Menggunakan imbuhan secara lengkap;

c. Menggunakan kata ganti resmi;

d. Menggunakan kata baku;

e. Menggunakan EYD;

f. Menghindari unsur kedaerahan.

2. Ragam takresmi

Ragam takresmi adalah bahasa yang digunakan dalam situasi takresmi, seperti dalam pergaulan, dan percakapan pribadi, seperti dalam pergaulan, dan percakapan pribadi (lihat Keraf, 1991:6).

Ciri-ciri ragam bahasa tidak resmi kebalikan dari ragam bahasa resmi. Ragam bahasa tidak resmi ini digunakan ketika kita berada dalam situasi yang tidak normal.

Ragam bahasa resmi atau takresmi ditentukan oleh tingkat keformalan bahasa yang digunakan. Semakin tinggi tingkat kebakuan suatu bahasa, derarti semakin resmi bahas yang digunakan. Sebaliknya semakin rendah pula tingkat keformalannya, makin rendah pula tingkat kebakuan bahasa yang digunakan- (lihat Sugono, 1998:12-13). Contoh: Bahasa yang digunakan oleh bawahan kepada atasan adalah bahas resmi sedangkan bahasa yang digunakan oleh anak muda adalah ragam bahasa santai/takresmi.[21]

3. Topik Pembicaraan

Berdasarkan topik pembicaraan, ragam bahasa dibagi menjadi: ragam politik, ragam hukum, ragam pendidikan, ragam jurnalistik, dan Ragam sastra dan sebagainya. Kelima jenis ragam bahasa tersebut akan dijelaskan secara rinci sebagai berikut.

a) Ragam politik

Bahasa politik berisi kebijakan yang dibuat oleh penguasa dalam rangka menata dan mengatur kehidupan masyarakat. dengan sendirinya penguasa merupakan salah satu sumber penutur bahasa yang mempunyai pengaruh yang besar dalam pengembangan bahasa di masyarakat.

b) Ragam hukum

Salah satu ciri khas dari bahasa hukum adalah penggunaan kalimat yang panjang dengan pola kalimat luas. Diakui bahwa bahasa hukum Indonesia tidak terlalu memperhatikan sifat dan ciri khas bahasa Indonesia dalam strukturnya. Hal ini disebabkan karena hukum Indonesia pada umumnya didasarkan pada hukum yang ditulis pada zaman penjajahan Belanda dan ditulis dalam bahasa Belanda. Namun, terkadang sangat sulit menggunakan kalimat yang pendek dalam bahasa hukum karena dalam bahasa hukum kejelasan norma-norma dan aturan terkadang membutuhkan penjelasan yang lebar, jelas kriterianya, keadaan, serta situasi yang dimaksud.

c) Ragam jurnalistik

Bahasa Jurnalistik adalah ragam bahasa yang dipergunakan oleh dunia persurat-kabaran (dunia pers = media massa cetak). Dalam perkembangan lebih lanjut, bahasa jurnalistik adalah bahasa yang dipergunakan oleh seluruh media massa. Termasuk media massa audio (radio), audio visual (televisi) dan multi media (internet). Hingga bahasa jurnalistik adalah salah satu ragam bahasa, yang dibentuk karena spesifikasi materi yang disampaikannya.[22]

Ragam-khusus jurnalistik termasuk dalam ragam bahasa ringkas. Ragam ringkas mempunyai sifat-sifat umum sebagai berikut.

· Bahasanya padat bernas

· Selalu berpusat pada hal yang dibicarakan

· Banyak sifat objektifnya daripada subjektifnya

· Lebih banyak unsure pikiran daripada perasaan

· Lebih bersifat memberitahukan daripada menggerakkan emosi

Tujuan utama ialah supaya pendengar/ pembaca tahu atau mengerti. Oleh karena itu, yang diutamakan ialah jelas dan seksamanya. Kalimat-kalimatnya disusun selogis-logisnya. Sedangkan kata-katanya terpilih sesuai dengan hal yang diberitakan dan golongan yang dituju.

Bahasa jurnalistik ditujukan kepada umum, tidak membedakan tingkat kecerdasan, kedudukan, keyakinan, dan pengetahuan. Selain itu, harus pula mudah dan lekas dapat dipahami. Oleh karena itu, sudah sewajarnya jika ragam jurnalistik harus ringkas dalam penuturan, padat isinya, dan sederhana bentuknya.[23]

Bahasa dalam karya sastra yang baik, juga sangat mudah dipahami bahkan sangat enak dibaca. Yang benar, karya jurnalistik ada yang mudah dipahami (enak dibaca) dan ada pula yang sulit dipahami. Karya sastra pun demikian. Tulisan Pramudya, Rendra, Putu Wijaya dan Arswendo, sangat mudah dipahami

dan enak dibaca. Sementara ada beberapa sasterawan yang karyanya memang sulit dibaca dan dipahami.[24]

d) Ragam sastra

Ragam bahasa sastra memiliki sifat atau karakter subjektif, lentur, konotatif, kreatif dan inovatif. Dalam bahasa yang beragam khusus terdapat kata-kata, cara-cara penuturan, dan ungkapan-ungkapan yang khusus, yang kurang lazim atau tak dikenal dalam bahasa umum. Bahasa sastra ialah bahasa yang dipakai untuk menyampaikan emosi (perasaan) dan pikiran, fantasi dan lukisan angan-angan, penghayatan batin dan lahir, peristiwa dan khayalan, dengan bentuk istimewa. Istimewa karena kekuatan efeknya pada pendengar/pembaca dan istimewa cara penuturannya. Bahasa dalam ragam sastra ini digunakan sebagai bahan kesenian di samping alat komunikasi. Untuk memperbesar efek penuturan dikerahkan segala kemampuan yang ada pada bahasa. Arti, bunyi, asosiasi, irama, tekanan, suara, panjang pendek suara, persesuaian bunyi kata, sajak, asonansi, posisi kata, ulangan kata/kalimat dimana perlu dikerahkan untuk mempertinggi efek. Misalnya, bahasa dalam sajak jelas bedanya dengan bahasa dalam karangan umum.

Berbeda dengan ragam bahasa ilmiah, ragam bahasa sastra banyak mengunakan kalimat yang tidak efektif. Pengambaran yang sejels-jelasnya melalui rangkaian kata bermakna konotasi sering dipakai dalam ragam bahasa sastra. Hal ini dilakukan agar tercipta pencitraan di dalam imajinasi pembaca.[25]

Jika ditelusuri lebih jauh, ragam berdasarkan cara pandang penutur dapat dirinci lagi berdasarkan ciri (1) kedaerahan, (2) pendidikan, dan (3) Sikap penutur(TBBI, 1988:3) sehingga di samping ragam yang tertera diatas, terdapat pula ragam menurut daerah, ragam menurut pendidikan, dan ragan menurut sikap penutur. Ragam menurut daerah akan muncul jika para penutur dan mitra komunikasinya berasal sari suku/etnik yang sama. Pilihan ragam akan beralih jika para pelakunya multietnik atau suasana berubah, misalnya dari takresmi menjadi resmi. Penetapan ragam yang dipakai bergantung pada situasi, kondisi, topik pembicaraan, serta bentuk hubungan antar pelaku. Berbagai faktor tadi akan mempengaruhi cara pandang penutur untuk menetapkan salah satu ragam yang digunakan (dialeg, terpelajar, resmi, takresmi).

Dalam praktek pemakaian seluruh ragam yang dibahas diatas sering kesamaan satu sama lain dalam hal pemakaian kata. Ragam lisan (sehari-hari)cenderung sama dengan raganm dialek, dan ragam takresmi; sedangkan ragam tulis (formal) cenderung sama dengan ragam resmi; dan ragam terpelajar. Selanjutnya, ragam terpelajar tentu mirip dengan ragam ilmu.

Dibawah ini akan diberikan contuh ragan-ragam tersebut. Ragam ilmu sengaja dipertentangkan dengan ragam nonilmu demi kejelasan ragam ilmu itu sendiri. Kecuali ragam ilmu, contoh ragam yang berdasarkan topik pembicarakan tidak diberikan disini.

Ragam hukum, bisnis, sastra, dan lain-lain, umumnya sarat dengan istilah khusus sesuai dengan topiknya masing-masing.[26]

Ragam

Contoh

§ Lisan

§ Tulis

§ Dialek

§ Terpelajar

§ Resmi

§ takresmi

§ Sudah saya baca buku itu.

§ Saya sudah membaca buku itu.

§ Gue udah baca itu buku.

§ Saya sudah membaca buku itu

§ Saya sudah membaca buku itu

§ Sudah saya baca buku itu.

Ragam

Nonilmu (nonilmiah)

Ilmu (ilmiah)

- Saya akan meimat daerah itu.

- Ayan bukan penyakit menular.

- Polisi bertugas menanyai tersangka.

- Setiap agen akan mendapatkan potongan.

- Jalan cerita sinetron itu membosankan.

- Saya akan mengobservasi daerah itu.

- Epilepsi bukan penyakit menular.

- Polisi bertugas menginterogasi tersangka.

- Setiap agen akan mendapatkan rabat.

- Alurcerita sinetron itu membosankan.

Daftar Pustaka

Juairiah. 2008. Bahan Ajar Bahasa Indonesia. Banjarmasin: Antasari Frees Banjarmasin.

Finoja, Lamuddi. 2000. Komposisi Bahasa. Jakarta: Mawar Gepita.

Arifin, E. Zaenal dan S. Amran Tasai. 1999. Cermat Berbahasa Indonesia. Jakarta: Akademika Presindo.

Uhlenback, E. M. 1982. Ilmu Bahasa. Jakarta : Djambatan.

Ramlan, M, I Dewa Putu Wijaya, Yohanes Tri Mastoyo, dan Sunarso. 1994. Bahasa Indonesia Yang Salah dan Yang Benar. Yogyakarta: ANDI OFFSET.

Sudiati , Veronica dan A. Widyamarta. 1996. Kreatif Berbahasa Menuju Keterampilan Pragmatik. Yogyakarta:KANISIUS.

Artikel bachtiar hakim | March 16, 2008.

Artikel

Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas.



[1] Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas.

[2] Lamudin Finoza, Komposisi Bahasa, (Jakarta: Mawar Gempita, 2000), hlm. 1-3.

[3] M. ramlan, I Dewa Putu Wijaya, Yohanes Tri Mastoyo, dan Sunarso, Bahasa Indonesia Yang Salah dan Yang Benar, (Yogyakarta: ANDI OFFSET, 1994), hlm. 5.

[4] E. M. Uhlenbeck, Ilmu Bahasa, (Jakarta: Djambatan, 1982), hlm. 39.

2

[5] Artikel

[6] Juairiah, Bahan Ajar Bahasa Indonesia, (Banjarmasin: Antasari Prees Banjarmasin, 2008), hlm. 20.

[7] E. Zaenal Arififn dan S. amran Tasai, Cermat Berbahasa Indonesia, (Jakarta: Akademika Presindo, 1999), hlm. 15.

4

[8] Lamudin Finoza, Komposisi Bahasa, (Jakarta: Mawar Gempita, 2000), hlm. 4-5.

[9] Juairiah, Bahan Ajar Bahasa Indonesia, (Banjarmasin: Antasari Prees Banjarmasin, 2008), hlm. 20.

[10] Lamudin Finoza, Komposisi Bahasa, (Jakarta: Mawar Gempita, 2000), hlm. 7.

[11] Artikel

5

[12] E. Zaenal Arififn dan S. amran Tasai, Cermat Berbahasa Indonesia, (Jakarta: Akademika Presindo, 1999), hlm. 17.

[13] Artikel

[14] E. Zaenal Arififn dan S. amran Tasai, Cermat Berbahasa Indonesia, (Jakarta: Akademika Presindo, 1999), hlm. 17-18.

[15] Lamudin Finoza, Komposisi Bahasa, (Jakarta: Mawar Gempita, 2000), hlm. 7.

7

[16] E. Zaenal Arififn dan S. amran Tasai, Cermat Berbahasa Indonesia, (Jakarta: Akademika Presindo, 1999), hlm. 18-19.

[17] E. Zaenal Arififn dan S. amran Tasai, Cermat Berbahasa Indonesia, (Jakarta: Akademika Presindo, 1999), hlm. 19-20.

10

[18] Juairiah, Bahan Ajar Bahasa Indonesia, (Banjarmasin: Antasari Prees Banjarmasin, 2008), hlm 22.

[19] Juairiah, Bahan Ajar Bahasa Indonesia, (Banjarmasin: Antasari Prees Banjarmasin, 2008), hlm 23.

[20] Juairiah, Bahan Ajar Bahasa Indonesia, (Banjarmasin: Antasari Prees Banjarmasin, 2008), hlm 24.

11

[21] Juairiah, Bahan Ajar Bahasa Indonesia, (Banjarmasin: Antasari Prees Banjarmasin, 2008), hlm 24.

12

[22] Artikel bachtiar hakim | March 16, 2008

[23] Veronica Sudiati dan A. Widyamarta, Kreatif Berbahasa Menuju Keterampilan Pragmatik, (Yogyakarta:KANISIUS, 1996), hlm 93-94.

13

[24] Artikel bachtiar hakim | March 16, 2008

[25] Veronica Sudiati dan A. Widyamarta, Kreatif Berbahasa Menuju Keterampilan Pragmatik, (Yogyakarta:KANISIUS, 1996), hlm 93.

14

[26] Lamudin Finoza, Komposisi Bahasa, (Jakarta: Mawar Gempita, 2000), hlm. 5.

15

Tidak ada komentar:

Posting Komentar