Kamis, 15 Juli 2010

PENGAWASAN(CONTROLLING) PENDIDIKAN

BAB I

PENDAHULUAN

Dalam dunia pendidikan istilah "pengawasan" lebih cenderung dikonotasikan dengan kegiatan supervisi, yakni kegiatan pengawasan yang dilakukan oleh seorang pengawas (supervisor) guna membantu seorang guru dalam memberikan arahan pada pelaksanaan kegiatan pendidikan, yakni dalam proses pengajaran dan pembelajaran. Tetapi dalam makalah ini maksud dari tema makalah yang disodorkan kepada penulis mengenai istilah "pengawasan" tidak cenderung menggambarkan pemahaman terhadap kegiatan supervisi tersebut. Melainkan, berdasarkan konteks manajemen. Istilah "pengawasan" dalam hal ini cenderung mengarah kepada peran seorang manajer dalam kegiatan manajemen, atau yang dikenal dengan istilah controlling.

Dalam konteks manajemen, kegiatan pengawasan dilakukan oleh seorang manajer dalam rangka mengendalikan perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), pengarahan (directing) dan pengawasan (controlling) yang telah diformat dalam suatu program. Dari sini nantinya akan ditindaklanjuti dengan kegiatan penilaian dan pemantauan program, serta perumusan langkah pencapaian tujuan yang akan dicapai.

Sehubungan dengan uraian di atas serta dikaitkan dengan tema makalah ini, maka pada halaman berikutnya dari makalah ini akan diulas mengenai sistem kepengawasan dalam pendidikan.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian dan Proses Pendidikan

1. Pengertian Dasar

Ada beberapa pendapat dari beberapa para ahli berkaitan tentang pengertian Pengawasa seperti terlihar dalam uraian dibawah ini.

a. Menurut murdick pengawasan merupakan proses dasar yang secara esensial tetap diperlukan sebagaimanapun rumit dan luasnya suatu organisasi[1].

b. Pengawasan adalah suatu proses untuk menetapkan suatu pekerjaan sudah terlaksana atau belum terlaksana. James H. Dannely. Et. Al menyatakan, Pengawasan adalah “all activitiesthe manager under takes attenting to assure that actual operations conform to planned operation”[2].

c. Pengawasan dapat diartikan sebagai proses kegiatan monitoring untuk meyakinkan bahwa semua kegiatan organisasi terlaksana seperti yang direncanakan dan sekaligus juga merupakan kegiatan untuk mengoreksi dan memperbaiki bila ditemukan adanya penyimpangan yang akan mengganggu pencapaian tujuan (Robbins 1997). Pengawasan juga merupakan fungsi manajemen yang diperlukan untuk mengevaluasi kinerja organisasi atau unit-unit dalam suatu organisasi guna menetapkan kemajuan sesuai dengan arah yang dikehendaki (Wagner dan Hollenbeck dalam Mantja 2001)[3].

d. Pengertian "pengawasan" menurut LANRI, sebagai mana dikutip oleh Husaini Usman, ialah suatu kegiatan untuk memperoleh kepastian apakah pelaksanaan pekerjaan/kegiatan telah dilakukan sesuai dengan rencana semula. Kegiatan pengawasan pada dasarnya membandingkan kondisi yang ada dengan yang seharusnya terjadi[4].

2. Proses Pengawasan

Dari pengertian diatas proses pengawasan terdiri dari dua tahap.

a. Menetapkan standar-standar pelaksanaan pekerjaan

Standar ialah kriteria-kriteria untuk mengukur pelaksanaan pekerjaan. Kriteria tersebut dapat dalam bentuk kuantitatif maupun kualitatif. Standar pelaksanaan (standard performance) ialah suatu pernyataan mengenai kondisi-kondisi yang terjadi bila suatu pekerjaan dikerjakan secara memuaskan.

b. Pengukuran Hasil/pelaksanaan Pekerjaan

Tahap kedua dari proses pengawasan adalah pengukuran hasil/pelaksanaan. Metode dan teknik koreksinya dapat dilihat /dijelaskan klasifikasi fungsi-fungsi manjemen:

1. Perencanaan

2. Pengorganisasian

3. Penataan staf.

4. Pengarahan.[5]

B. Tujuan dan Fungsi Pengawasan

1. Tujuan Pengawasan

Berikut beberapa tujuan pengawasan dari beberapa para ahli:

a. Menurut H. Mubarak tujuan pengawasan yaitu sebagai berikut.

1) Menghentikan atau meniadakan kesalahan, penyimpangan, penyelewengan, pemborosan, hambatan, dan ketidakadilan;

2) Mencegah terulangnya kembali kesalahan, penyimpangan, penyelewengan, pemborosan, hambatan, dan ketidakadilan;

3) Mendapatkan cara-cara yang lebih baik atau membina yang telah baik;

4) Menciptakan suasana keterbukaan, kejujuran, partisipasi, dan akuntabilitas organisasi;

5) Meningkatkan kelancaran operasi organisasi;

6) Meningkatkan kinerja organisasi;

7) Memberikan opini atas kinerja organisasi;

8) Mengarahkan manajemen untuk melakukan koreksi atas masalah-masalah pencapaian kinerja yang ada;

9) Menciptakan terwujudnya pemerintahan yang bersih.

2. Fungsi pengawasan

Fungsi pengawasan sebagaimana dikemukakan oleh dua orang pakar pendidikan, sebagai berikut :

a. Menurut Oteng Sutisna mengawasi ialah " proses dengan ...melihat apakah apa yang terjadi itu sesuai dengan apa yang seharusnya terjadi, jika tidak maka penyesuaian yang perlu dibuatnya".

b. Menurut Hadari Nawawi menegaskan bahwa " pengawasan ...berarti kegiatan mengukur tingkat efektifitas kerja personal dan tingkat efesiensi penggunaan metode dan alat tertentu dalam usaha mencapai tujuan".[6]

C. Pengawasan dan Konsep Sistem

1. Pengawasan Menurut Paham Klasik

Menurut paham klasik, pengawasan merupakan coercion atau compeling artinya proses yang bersifat memaksa-maksa agar kegiatan-kegiatan pelaksanaan dapat disesuaikan dengan rencana yang telah ditetapkan

2. Pengawasan dan Konsep Sistem Cybernetic

Berlainan dengan paham klasik, pengawasan menurut konsep sistem didasarkan kepada kesadaran yang bersifat cybernetic atau sistem cybernetic, yaitu sistem kesadaran yang memandang organisasi atau ekosistem sebagai mesin homeostatic yang bekerja secara otomatis. Faham pengawasan sebagai suatu sistem cybernetic adalah seperti thermostat merupakan sebuah sistem yang mengatur diri sendiri.

Karateristik pokok sistem cybernetic: (1) menentukan keseimbangan (equilibrium); (2) menerima perubahan-perubahan di dalam lingkungan sebagai umpan balik terhadap sistem; (3) memindahkan informasi lingkungan eksternal ke dalam sistem, dan (4) melakukan tindakan korektif yang cepat tatkala output beroksilasi di luar batas kesadaran[7].

D. Pemberdayaan Pengawas dalam Konteks Penyelenggaraan Pendidikan

1. Konsep Pemberdayaan

Pemberdayaan merupakan proses yang dapat dilakukan melalui berbagai upaya, seoperti pemberian wewenang, meningkatkan partisipasi, memberikan kepercayaan sehingga setiap orang atau kelompok dapat memahami apa yang akan dilaksanakannya, yang pada akhirnya akan berimplikasi pada peningkatan pencapaian tujuan secara efektif dan efisien.

Pemberdayaan dalam ruang lingkup manajemen dapat diartikan sebagai “cara yang amat praktis dan produktif untuk mendapatkan yang terbaik dari kita dan staf kita” (Alieen MitchelStewart, 1998:22). Dengan demikian pada dsarnya tujuan dari pemberdayaan adalah untuk meningkatkan produktipitas melalui upaya-upaya praktis sehingga proses pemberdayaan berlangsung secara efisien, namun dapat berhasil secar efektif. Pada dasarnya pemberdayaan itu adalah agar terjadi efisiensi dan efektifitas dalam pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.

2. Substansi pengawasan Dalam Pendidikan

Suverfisi (pengawasan) adalah suatu program yang berencana untuk memperbaiki pengajaran (superfition is a penned program for the imprement of instruction), (Ahmad Rohani HM, 1991 : 67). Supervisi adalah segala usaha dari petugas-petugas sekolah dalam memimpin guru-guru dan petugas pendidikan lainnyauntuk memperbaiki pengajaran, mengembangkan pertumbuhan guru-guru, menyelesaikan dan merevisi tujuan pendidikan, bahan-bahan pengajaran, metode mengajar dan penilaian pengajaran.

Ada tiga unsur untuk meningkatkan mutu pembelajaran, yaitu.

a. Tujuan Pengawasan pendidikan

Tujuan supervisi pendidikan sebagaimana dijelaskan sebelumnya adalah untuk membantu guru mengembangkan kemampuannya mencapai tujuan pengajaran yang dirancangkan bagi murid-muridnya (Glickman 1981)

Sergiovanni (1987) menegaskan lebih lengkap lagi tujuan supervise pengajaran. Menurutnya terdapat tiga tujuan supervise pengajaran, yaitu:

Tujuan supervisi pendidikan dan pengajaran bukan saja berkenaan dengan asfek kognitif atau psikomotor, melainkan juga berkenaan dengan aspek afektifnya. Sergiovanni (1987) menegaskan lebih lengkap lagi tujuan supervise pengajaran. Menurutnya terdapat tiga tujuan supervise pengajaran, yaitu:

1) Pengawasan Berkualitas

2) Pengembangan Profesional

3) Peningkatan Motifasi Guru.

b. Prinsip Pengawasan dalam Pendidikan

Ada beberapa prinsip yang harus diperhatikan dan direalisasikan oleh supersior atau pengawas dalam melaksanakan supervisi pengajaran atau supervisi pendidikan, yaitu:

1) Supervisi pengajaran harus mampu menciptakan hubungan kemanusiaan yang harmonis.

2) Supervisi pengajaran harus dilakukan secar berkesinambungan.

3) Supervisi pengajaran harus demokratis.

4) Program Supervisi pengajaran harus integran dengan program pendidikan.

5) Supervisi pengajaran harus komprehensif.

6) Supervisi pengajaran harus konstruktif.

7) Supervisi pengajaran harus obyektif.[8]

Dalam aktivitas pengawasan sebagai salah satu komponen manajemen, terdapat prinsip-prinsip yang perlu diperhatikan. Menurut Oteng Sutisna, ia berpendapat bahwa tindakan pengawasan terdiri dari tiga langkah universal yaitu : pertama, mengukur perbuatan; kedua, membandingkan perbuatan dengan standar yang ditetapkan dan menetapkan perbedaan-perbedaan jika ada; dan ketiga, memperbaiki penyimpangan dengan tindakan pembetulan.
Jadi, dengan demikian berdasarkan keterangan di atas diketahui bahwa :

1. strategi menentukan keberhasilan dengan mengukur perbuatan;

2. membandingkan perbuatan dengan standar yang ditetapkan dan menetapkan perbedaan-perbedaan jika ada yang menjadi umpan balik sebagai bahan revisi dalam mencapai tujuan;

3. responsif terhadap perubahan¬-perubahan kondisi dan lingkungan;

4. cocok dengan organisasi pendidikan dengan memperhatikan hakikat manusia dalam mengontrol para personel pendidikan; dan.

5. memperbaiki penyimpangan dengan tindakan pembetulan.[9]

c. Dimensi Program Pengawas Pendidikan

Ada dua dimensi utama yang mempengaruhi proses supervise atau pengawasan sehingga dapat dilakukan sesuai dengan tujuan pembelajaran yang dilakukan oleh guru-guru disekolah.. dimensi pertama adalah (a) dimensi kemampuan dan motifasi kerja kepengawasan dalam pendidikan, dan (b) dimensi etik dalam kepengawasan pendidikan.[10]

Kiprah supervisor menjadi bagian integral dalam peningkat­an mutu pendidikan di sekolah yang dimaksud dapat dijelaskan dalam visualisasi Gambar 1 tentang Hakikat Pengawasan. Dari visualisasi Gambar 1. tersebut tampak bahwa hakikat pengawas­an memiliki empat dimensi: (1) Support, (2) Trust, (3) Challenge, dan (4) Net­work­ing and Collaboration. Keempat dimensi hakikat pengawasan itu masing-masing dijelaskan berikut ini.

Gambar 1. Hakikat Pengawasan diadopsi dari Ofsted, 2003

1) Dimensi pertama dari hakikat pengawasan yaitu dimensi Support. Dimensi ini menunjuk pada hakikat kegiatan pengawasan yang dilakukan oleh supervisor itu harus mampu mendukung (support kepada) pihak sekolah untuk mengevaluasi diri kondisi existing-nya. Oleh karena itu, supervisor bersama pihak sekolah dapat melakukan analisis kekuatan, kelemahan dan potensi serta peluang sekolahnya untuk mendukung peningkatan dan pengembangan mutu pendidikan pada sekolah di masa yang akan datang.

2) Dimensi kedua dari hakikat pengawasan yaitu dimensi Trust. Dimensi ini menunjuk pada hakikat kegiatan pengawasan yang dilakukan oleh supervisor itu harus mampu membina kepercayaan (trust) stakeholder pendidikan dengan peng­gambaran profil dinamika sekolah masa depan yang lebih baik dan lebih menjanjikan.

3) Dimensi ketiga dari hakikat pengawasan yaitu dimensi Challenge. Dimensi ini menunjuk pada hakikat kegiatan pengawasan yang dilakukan oleh supervisor itu harus mampu memberikan tantangan (challenge) pengembangan sekolah kepada stakeholder pendidikan di sekolah. Tantangan ini harus dibuat serealistik mungkin agar dapat dan mampu dicapai oleh pihak sekolah, berdasarkan pada situasi dan kondisi sekolah pada sat ini. Dengan demikian stakeholder tertantang untuk bekerjasama secara kolaboratif dalam rangka pengembangan mutu sekolah.

4) Dimensi keempat dari hakikat pengawasan yaitu dimensi Net­work­ing and Collaboration. Dimensi ini menunjuk pada hakikat kegiatan pengawasan yang dilakukan oleh supervisor itu harus mampu mengembangkan jejaring dan berkolaborasi antar stakeholder pen­didik­an dalam rangka meningkatkan produktivitas, efektivitas dan efisiensi pendidikan di sekolah.

Fokus dari keempat dimensi hakikat pengawasan itu dirumuskan dalam tiga aktivitas utama pengawasan yaitu: negosiasi, kolaborasi dan networking. Negosiasi dilakukan oleh supervisor terhadap stakeholder pendidikan dengan fokus pada substansi apa yang dapat dan perlu dikembangkan atau ditingkatkan serta bagaimana cara meningkatkannya. Kolaborasi merupakan inti kegiatan supervisi yang harus selalu diadakan kegiatan bersama dengan pihak stakeholder pendidikan di sekolah binaannya. Hal ini penting karena muara untuk terjadinya peningkatan mutu pendidikan ada pada pihak sekolah. Networking merupakan inti hakikat kegiatan supervisi yang prospektif untuk dikembangkan terutama pada era globalisasi dan cybernet teknologi seperti sekarang ini. Jejaring kerjasama dapat dilakukan baik secara horisontal maupun vertikal. Jejaring kerjasama secara horisontal dilakukan dengan sesama sekolah sejenis untuk saling bertukar informasi dan sharing pengalaman pengembangan mutu sekolah, misalnya melalui MKP, MKKS, MGBS, MGMP. Jejaring kerjasama secara vertikal dilakukan baik dengan sekolah pada aras dibawahnya sebagai pemasok siswa barunya, maupun dengan sekolah pada jenjang pendidikan di atasnya sebagai lembaga yang akan menerima para siswa lulusannya.

3. Tiga Serangkai Meningkatkan Kinerja Pendidikan dan Pengajaran

Pada dasarnya keberhasilan pelaksanaan pendidikan ditentuikan oleh tiga unsur, yaitu: pengawas, kepala sekolah, dan guru. Fungsi guru ialah mengajar dan membantu siswa memecahkan masalah pendidikannya. Fungsi kepal sekolah ialah memimpin guru serta siswa dalam proses belajar dan membantu memecahkan masalah yang dihadapi guru dan siswa. Fengawas mengawasi dan memberikan bantuan untuk memecahkan masalah pendidikan yang dihadapi kepala sekolah guru dan siswa diseolah yang bersangkutan.

E. Informasi dan Pengawasan

a) Pengawasan Sebagai Suatu sistem Informasi

Sesuai dengan pengertian pengawasan adalah menetapkan standar pelaksanaan pekerjaan, pengukuran pelaksanaan dibandingkan dengan standard an mengkoreksi kesenjangan-kesenjangan maka proses pengawasan tidak akan terlaksana tanpa informasi. Oleh karena itu, sistem pengawasan harus dipandang sebagai suatu sistem informasi, karena kecepatan dan ketepatan tindakan korektif sebagai hasil akhir proses pengawasan bergantung pada macamnya informasi yang diterima[11]. Untuk lebih jelas lihat bagan berikut ini:

Informasi pengawasan

Pemakai jasa pend.

(pemasaran) atau

masyarakat

Informasi

Perencanaan

Pelaksanaan

Pengawasan

Perencanaan

Eksternal

Internal

Tujuan

Premis

Alternatif

Evaluasi

Keputusan

Implementaasi

Rencana

Standar

Pengukuran

Koreksi

b) Jenis-jenis Informasi Pengawasan

Umumnya informasi pengawasan dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

a) Pemasaran pemakaian jasa/barang yaitu informasi yang berhubungan dengan kemajuan rencana kebutuhan antara lain yang menyangkut quota daerah pemasaran tenaga.

b) Pabrik yaitu informasi yang dipakai untuk mengukur pelaksanaan terhadap rencana keuangan organisasi.

c) Personal yaitu informasi yang berhubungan dengan tindakan pelaksanaan kerja personal.

d) Keuangan yaitu informasi yang berhubungan dengan pelaksanaan rencana keuangan, perputaran uang kas.

e) Riset, pengembangan, dan permesinan yaitu informasi yang menyangkut hasil penelitian pengembangan dan teknik permesinan.

c) Pendekatan Sistem dalam Pengawasan (Feed Forward)

Pengawasan berdasarkan pendekatan tradisional mempunyai beberapa kelemahan/keuangan, antara lain.

a) Standar pelaksanaan, umumnya dikaitkan dengan rencana keuangan jangka pendek. Sehingga mengabaikan kaitannya dengan pencapain tujuan keseluruhan (overall);

b) Proses pengawasan, menimbulkan konotasi tekanan, inspeksi dan mencari-cari kesalahan ;

c) Laporan pengawasan dipandang sebagi alat ukur kemajuan bagian-bagian dan bukan untuk memperoleh pelaksanaan;

d) Keterlambatan merupakan ciri sehingga jarak waktu antara penyimpangan sampai ditemukannya tidakan korektif, suka terlambat.

Pengawasan modern berdasarkan pendekatan sistem dibangun berdasarkan empat ide pokok, yaitu.

a. Integrasi pengawasan dan perencanaan;

b. Mengaitkan sistem pengawasan dengan sruktur organisasi;

c. Sistem desain untuk mengambil keputusan; dan

d. Informasi yang tepat pada waktunya adalah esensial.

Syarat dasar setiap sistem pengawasan adalah feedback. Sistem yang berdasarkan sistem feedback, bersifat setelah terjadi kesenjangan. Prinsip ini didasarkan pada data dan sistem informasi yang pada hakikatnya bersifat historis.

Sistem pengawasan modern menggunakan prinsip lain yang disebut dengan pengawasan feedfoward. Cara kerjanya adalah mengantisipasi kesenjangan didalam sistem umpan balik dengan cara memonitor masukan-masukan dan frediksi efek masukan terhadap variable-variabel hasil atau output. [12]



F. Pengawasan yang Evektif

Pengawasan yang efektif didasarkan pada sistem informasi manajemen (MIS) yang evektif. MIS dapat ditetapkan sebagai metode formal untuk memberikan informasi yang dibutuhkan oleh manager agar dapat melaksanakan tugasnya secara efektif.

Beberapa kondisi yang harus diperhatikanjika ingin pengawasan dapat berfungsi efektif, antara lain:

1. Pengawasan harus dikaitkan dengan tujuan, dan kriteria yang dipergunakan dalam sistem pendidikan, yaitu relevansi, efektivitas, efisiensi, dan produktifitas. Tujuan-tujuan pedidikan dalam berbagai tingkatan, mulai tujuan pendidikan nasional (GBHN), tujuan institusional, tujuan kulikuler, tujuan-tujuan mata pelajaran (TIU, TIK).

2. Sulit, tetapi standar masih dapat dicapai harus ditentukan. Ada dua tujuan pokok, yaitu (1) untuk memotifasi, dan (2) untuk dijadikan patokan guna membandingkan dengan prestasi. Artinya jika pengawasan ini efektif dan dapat memotifasi seluruh anggota untuk mencapai prestasi yang tinggi.

3. Pengawasan hendaknya disesuaikan dengan sifat dan kebutuhan organisasi. Disini perlu diperhatikan pola dan tata organisasi, seperti susunan, peraturan, kewenangan dan tugas-tugas yang telah digariskan dalam uraian tugas (Job description).

4. Banyaknya pengawasan harus dibatasi. Artinya jika pengawasan terhadap karyawan terlampau sering, ada kemungkinan mereka kehilangan otonominya dan dapat direpsepsi pengawasan itu sebagai pengekangan.

5. Sistem pengawasan harus kendali (steering control) tanpa mengorbankan otonomi dan kehormatan manajerial tetapi fleksibel, artinya sistem pengawasan menunjukan kapan, dan dimana tindakan korektif harus diambil. Masalah pengawasan mempunyai implikasi emosional dan motivasional yang berhubungan dengan konsekuensi fungsional dan dis fungsional.

6. Pengawasan hendaknya mengacu pada tidakan perbaikan, artinya tidak hanya mengungkap penyimpangan dari standar, tetapi penyediaan alternatif perbaikan, menentukan tindakan perbaikan.

7. Pengawasan hendaknya mengacu pada prosedur pemecahan masalah, yaitu : menemukan masalah, menemukan penyebab, membuat rancangan penanggulangan, melakukan perbaikan, mengecek hasil perbaikan, mencegah timbulnya masalah yang serupa.[13]

G. Bentuk Pengawasan Pendidikan yang Islami

Di bawah ini penulis akan memaparkan beberapa model pengawasan pendidikan yang islami, yaitu:

1. Pengawasan Melekat

Yang dimaksud dengan pengawasan melekat ialah serangkaian kegiatan yang bersifat sebagai pengendalian yang terus-menerus, dilakukan langsung terhadap bawahannya secara preventif dan represif agar pelaksanaan tugas bawahan dapat berjalan secara efektif dan efisien sesuai dengan rencana kegiatan. Pelaku pengawasan dalam hal ini adalah atasan yang dianggap memiliki kekuasaan (power) dan dapat bertindak bebas dari konflik kepentingan.

2. Pengawasan Fungsional

Istilah pengawasan fungsional berarti setiap usaha pengawasan yang dilakukan untuk melakukan audit dan pemantauan secara bebas terhadap obyek yang diawasinya.

Dalarn organisasi besar, pengawasan ini sangat berperan penting untuk membantu manajemen puncak melakukan pengendalian organisasi dalam mencapai tujuannya. Pengawasan fungsional ini dilakukan manajemen puncak ataupun satuan pengawas internal dengan dibantu teknologi informasi yang canggih sebagai kegiatan pemantauan. Jadi, fungsi pemantauan ini tidak dapat dilakukan oleh auditor eksternal dan hanya dapat dilakukan oleh manajemen atau aparat internal yang berwenang.
Pengawasan fungsional ini terdiri atas pengawasan internal dan eksternal.

a. Pengawasan Internal

Pengawasan internal ialah suatu penilaian yang objektif dan sistematis oleh pengawas internal atas pelaksanaan dan pengendalian organisasi. Pengawasan internal menekankan pada pemberian bantuan kepada manajemen dalam mengidentifikasi sekaligus merekomendasi masalah inefisiensi maupun potensi kegagalan sistem dan program. Ketiadaan aparat ini akan menghambat pclaksanaan fungsi-fungsi organisasi yang akan membawa dampak buruk pada kinerja organisasi.

Menunaikan amanah merupakan kewajiban setiap individu Muslim, ia harus berhati-hati dan bertakwa dalam pekerjaannya, dan merasa bahwa Allah senantiasa mengawasi segala aktivitasnya. Dalam konteks manajemen pendidikan, konsep ayat di atas dapat disebut dengan Pengawasan Internal (built in controll).

Pengawasan internal yang melekat dalam setiap pribadi Muslim akan menjauhkannya dari bentuk penyimpangan, dan menuntunnya untuk berlaku konsisten dalam menjalankan amanah yang diembankan kepadanya. Dalam aktivitas pendidikan, pengawasan secara internal ini dilakukan sebagai upaya untuk mengawasi kegiatan pendidikan yang diselenggarakan oleh setiap individu pelaksana kegiatan pendidikan, apakah itu guru ataupun karyawan
Manfaat pengawasan internal antara lain :

1) menjembatani hubungan pimpinan tertinggi dengan para manajer dan staf dalam rangka memperkecil ketimpangan informasi;

2) mendapatkan informasi keuangan dan penggunaan yang tepat dan dapat dipercaya;

3) menghindari atau mengurangi risiko organisasi;

4) memenuhi standar yang memuaskan;

5) mengetahui penerimaan/ ketaatan terhadap kebijakan dan prosedur internal;

6) mengetahui efisiensi penggunaan sumber daya organisasi atau kepastian terwujudnyapenghematan;

7) efektivitas pencapaian organisasi.

b. Pengawasan Eksternal

Manfaat pengawasan eksternal adalah untuk meningkatkan kredibilitas keberhasilan dan kemajuan organisasi. Pelaksana pengawasan eksternal dilakukan dengan prinsip kemitraan (partnership) antara pengawas dengan yang diawasi.[14]



BAB 111

PENUTUP

SIMPULAN

1. Pengawasan dapat diartikan sebagai proses kegiatan monitoring untuk meyakinkan bahwa semua kegiatan organisasi terlaksana seperti yang direncanakan dan sekaligus juga merupakan kegiatan untuk mengoreksi dan memperbaiki bila ditemukan adanya penyimpangan yang akan mengganggu pencapaian tujuan (Robbins 1997).

2. Proses pengawasan terdiri dari dua tahap, yaitu menetapkan standar-standar pelaksanaan pekerjaan, dan pengukuran hasil/pelaksanaan pekerjaan.

3. Tujuan pengawasan yaitu:

a. Menghentikan atau meniadakan kesalahan, penyimpangan, penyelewengan, pemborosan, hambatan, dan ketidakadilan;

b. Mencegah terulangnya kembali kesalahan, penyimpangan, penyelewengan, pemborosan, hambatan, dan ketidakadilan;

c. Mendapatkan cara-cara yang lebih baik atau membina yang telah baik;

d. Menciptakan suasana keterbukaan, kejujuran, partisipasi, dan akuntabilitas organisasi;

e. Meningkatkan kelancaran operasi organisasi;

f. Meningkatkan kinerja organisasi;

g. Memberikan opini atas kinerja organisasi;

h. Mengarahkan manajemen untuk melakukan koreksi atas masalah-masalah pencapaian kinerja yang ada;

i. Menciptakan terwujudnya pemerintahan yang bersih.

4. Tujuan supervisi pendidikan sebagaimana dijelaskan sebelumnya adalah untuk membantu guru mengembangkan kemampuannya mencapai tujuan pengajaran yang dirancangkan bagi murid-muridnya.

5. Ada beberapa prinsip yang harus diperhatikan dan direalisasikan oleh supersior atau pengawas dalam melaksanakan supervisi pengajaran atau supervisi pendidikan, yaitu:

a. Supervisi pengajaran harus mampu menciptakan hubungan kemanusiaan yang harmonis.

b. Supervisi pengajaran harus dilakukan secar berkesinambungan.

c. Supervisi pengajaran harus demokratis.

d. Program Supervisi pengajaran harus integran dengan program pendidikan.

e. Supervisi pengajaran harus komprehensif.

f. Supervisi pengajaran harus konstruktif.

g. Supervisi pengajaran harus obyektif

6. Keberhasilan pelaksanaan pendidikan ditentuikan oleh tiga unsur, yaitu: pengawas, kepala sekolah, dan guru

7. Beberapa kondisi yang harus diperhatika jika ingin pengawasan dapat berfungsi efektif, antara lain:

a. Pengawasan harus dikaitkan dengan tujuan, dan kriteria yang dipergunakan dalam sistem pendidikan, yaitu relevansi, efektivitas, efisiensi, dan produktifitas.

b. Sulit, tetapi standar masih dapat dicapai harus ditentukan.

c. Pengawasan hendaknya disesuaikan dengan sifat dan kebutuhan organisasi

d. Banyaknya pengawasan harus dibatasi.

e. Sistem pengawasan harus kendali (steering control) tanpa mengorbankan otonomi dan kehormatan manajerial tetapi fleksibel.

f. Pengawasan hendaknya mengacu pada tidakan perbaikan.

g. Pengawasan hendaknya mengacu pada prosedur pemecahan masalah.

8. Beberapa model pengawasan pendidikan yang islami, yaitu:

a. Pengawasan Melekat

b. Pengawasan Fungsional

DAFTAR PUSTAKA

Fattah, Nanang . 2006. Landasan Manajemen Pendidikan. Bandung : Remaja Rosdakarya.

Piet a. Sahertian, Piet a. 1985. Dimensi administrasi Pendidikan. Surabaya: Usaha Nasional.

Nana Sudjana, Nana ,dkk. 2006. Standar Mutu Pengawas. Jakarta: Depdiknas

Siahaan, Amiruddin, H. asli Rambe, dan Mahidin. Manajemen Pengawas Pendidikan. Ciputat : Quantum Teaching

H. Mubarak (Bangadjie's Blog10:50:00 PM



[1] DR. Nanang Fattah.Landasan Manajemen Pendidikan.(Bandung : Remaja Rosdakarya),Hal.101.

[2] Piet a. Sahertian.Dimensi administrasi Pendidikan(Surabaya: Usaha Nasional),Hal.258.

[3] Nana Sudjana, dkk. Standar Mutu Pengawas. (Jakarta: Depdiknas 2006.)hal 1

[4] H. Mubarak (Bangadjie's Blog10:50:00 PM

[5] Ibid, hal 101

[6] H. Mubarak (Bangadjie's Blog10:50:00 PM

[7] Ibid, Hal.103.

[8] Amiruddin siahaan, H. asli Rambe, dan Mahidin. Manajemen Pengawas Pendidikan.(Ciputat : Quantum Teaching. 1985) Hal. 11-21

[9] H. Mubarak (Bangadjie's Blog10:50:00 PM

[10] Amiruddin siahaan, H. asli Rambe, dan Mahidin. Manajemen Pengawas Pendidikan.(Ciputat : Quantum Teaching. 1985)Hal.22

[11] Ibid, hal.103

[12]Ibid, hal.104.

[13] Ibid,Hal.105-107

[14] H. Mubarak (Bangadjie's Blog10:50:00 PM